Bursa transfer Eropa kian marak dengan sejumlah aktivitas perekrutan penting yang dilakukan klub-klub Liga Primer Inggris. Mulai dari Jozy Altidore hingga Wilfried Bony, Fernandinho hingga Paulinho, Victor Wanyama hingga Marco van Ginkel, Jesus Navas hingga Andre Schurrle, dan lain-lain. Hingga 12 Juli, berdasarkan data Transfermarkt, Liga Primer tercatat paling atas dalam daftar belanja musim panas. Sebanyak €291.315.000 dihabiskan untuk memborong pemain baru. Di segi pemasukan transfer, klub-klub Liga Primer "hanya" menerima €59,1 juta. Masih kalah dari klub-klub di liga Rusia yang mengumpulkan dana hingga €66,25 juta. Ada 165 pemain yang direkrut klub Liga Primer, tetapi yang mewarnai kesemarakan bursa transfer adalah nama-nama pemain asing. Transfer domestik yang melibatkan pemain asli Inggris praktis hanya lah perpindahan Andy Carroll dari Liverpool ke West Ham United (karena perekrutan Wilfried Zaha ke Manchester United sudah tuntas Januari lalu). Selebihnya, empat tim papan atas Liga Primer musim 2012/13; yaitu Manchester United, Manchester City, Chelsea, dan Arsenal; tampak tak tertarik merekrut pemain berbakat Inggris. Dengan banyak dana belanja yang sudah dihabiskan, di mana tempat untuk pesepakbola asli Inggris sendiri? Penyingkapan Stuart James dari The Guardian akhir pekan lalu sudah bukan lagi sebuah kejutan. Pemain sepakbola Inggris merana karena kian terpinggirkan dari kompetisi paling tinggi di negaranya sendiri. James mencatat, hanya 29 pemain asli Inggris yang digunakan empat klub papan atas Liga Primer. Sementara, dari total 189 pemain Inggris yang meramaikan Liga Primer, hanya ada 88 yang tampil lebih dari separuh jumlah pertandingan musim 2012/13. Padahal, di Spanyol dan Prancis pemain domestik memperoleh kesempatan dua kali lebih banyak. Minimnya jumlah penampilan ini seiring dengan melempemnya timnas junior Inggris di Kejuaraan Eropa U-21 dan Piala Dunia U-20, dua bulan ini. Di dua turnamen junior internasional itu, Inggris tak mampu melangkah lebih jauh dari fase grup. Malahan di Piala Dunia U-20 Inggris nyaris dipaksa menyerah oleh Irak, negara yang jelas kualitas kompetisinya jauh di bawah level Liga Primer. Pihak Liga Primer membela diri. "Ada 210 pemain yang memenuhi syarat membela Inggris di pentas internasional yang bermain di Liga Primer musim lalu. Kami haurs bisa menemukan 11 pemain yang bisa bermain bagus di atas lapangan. Para pemain itu bermain setiap pekan menghadapi pemain-pemain terbaik dunia," cetus CEO Liga Primer Richard Scudamore. Liga Primer tidak membeberkan nama-nama 210 pemain Inggris tersebut, yang jumlahnya berbeda dengan 189 nama pemain yang dihimpun Opta. Apapun, jumlah tersebut masih jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan empat kompetisi top Eropa lainnya. Jika dibandingkan dengan Spanyol dan Prancis, fans Inggris akan meringis. Sebanyak 332 pemain asli Spanyol membela empat tim papan atas Primera Liga, sedangkan 320 pemain memperkuat empat teratas Ligue 1. Jangan bandingkan pula kesempatan bermain di empat liga top Eropa itu. Sebanyak 70 pemain Prancis di empat klub papan atasnya mengumpulkan 1.215 menit bermain, sedangkan 60 koleganya di Spanyol mencatat rekor 1.131 menit. Inggris? Semua 29 pemain mereka yang tersebar di Manchester United, Manchester City, Chelsea, dan Arsenal mengumpulkan 611 menit saja sepanjang musim. Perhatian tentu mengarah kepada sistem pembinaan usia muda di Inggris. Masih dilansir The Guardian, paling banyak klub Liga Primer memiliki lima pemain "home grown" Inggris yang dibina di akademi sendiri. Empat klub bahkan tidak memiliki sama sekali pemain "home grown", yaitu Manchester City, Queens Park Rangers, Swansea City, dan Wigan Athletic. Apakah benar-benar tidak ada kepercayaan terhadap pemain asli Inggris? "Kuantitas pemain memang meningkat, tapi tidak kualitasnya. Lima puluh persen pemain jebolan akademi tidak cukup bagus, tak pernah bisa mencapai level 'cukup bagus'," keluh direktur akademi Aston Villa, Bryan Jones. Program pengembangan yang dijalankan FA sejak dua tahun lalu, Elite Player Performance Plan, dikecam hanya menguntungkan klub-klub kaya. Klub dapat mengeluarkan biaya kompensasi atas pembinaan yang dilakukan klub asal, tetapi sistem ini justru dianggap membunuh pembinaan itu sendiri. "Tugas saya adalah mencetak pemain untuk Aston Villa, bukan Arsenal. Apa tujuannya mendidik pemain sejak usia delapan atau sembilan tahun untuk kemudian melegonya dengan biaya murah? Itu akan membunuh sepakbola dan membunuh pembinaan," kecam Jones. Mantan bek kanan timnas Inggris dan Manchester United, Gary Neville, punya kerisauan serupa. "Kita sudah dalam level bahaya karena berangsur-angsur mencari cara cepat, instan, segera. Pemilik klub tidak bisa disalahkan untuk mencari sukses secara instan karena mereka menghabiskan banyak uang dan ingin mencapai kesuksesan setinggi mungkin," imbuh pria yang kini menjadi asisten manajer timnas Inggris itu. "Bukan pula kesalahan manajer. Semua orang yang saya ajak bicara selama kursus kepelatihan mengatakan ingin berkarier jangka panjang, untuk membangun sesuatu dalam periode selama Sir Alex Ferguson di Manchester United. Tapi 63 dari 92 klub liga mengganti manajer mereka musim lalu, jadi mereka tak punya cukup waktu." Menurut Neville, pergantian manajer yang terlalu sering mendorong perubahan yang terlalu cepat pula. Jika manajer baru masuk, staf kepelatihan berubah dan begitu pula dengan susunan staf pelatih akademi. Kemudian ada pula masalah budaya yang menghambat perkembangan pemain asli Inggris. "Setiap kali mendorong agar lebih banyak pemain asli Inggris atau Britania Raya yang dipromosikan, kita dibilang xenofobia. Kenapa? Bukankah senang kalau ada pemain lokal yang muncul dan bermain untuk klub yang mereka dukung? Barcelona punya tujuh atau delapan pemain yang berasal dari akademi sendiri, itu contoh bagus," sambung Neville. Metode dan kualitas kepelatihan sangat penting. Jerman merombak sistem pembinaan muda nasional secara besar-besaran setelah gagal total di Euro 2000 dan hasilnya langsung mereka rasakan sejak Piala Dunia 2006. Negara top lain seperti Spanyol memiliki rasio pelatih bersertifikat UEFA 1:17 pada 2010 atau satu orang pelatih dapat mengawasi 17 pemain. Sementara di Inggris, karena jumlah pelatih berlisensi UEFA masih minim, satu orang pelatih harus menangani 872 pemain sekaligus! Salah satu dampak dari ketiadaan sistem yang dirasakan saat ini adalah kurang dari 40 persen pemain Liga Primer yang dapat dipanggil Roy Hodgson ke timnas Inggris. Jajaran pelatih Inggris mulai risau dengan perkembangan ini, apalagi Jerman mampu berdiri tegak berkat pemain "home-grown" seperti sejumlah pemain Bayern Munich dan Borussia Dortmund yang tampil di final Liga Champions di Wembley dua bulan lalu. Keberhasilan Bayern dan Dortmund tak ubahnya mencoreng arang tepat di wajah sepakbola Inggris yang selalu mengklaim sebagai penemu sepakbola. Menurut Telegraph Sport, para pelatih Inggris mendesak agar Inggris membentuk struktur pengembangan pemain mudanya. "Sebagai hasil dari sukses Liga Primer, keinginan merekrut para pemain istimewa dari luar negeri telah menghambat pertumbuhan pemain home-grown Inggris," ujar seorang pelatih yang tidak disebutkan namanya. Tetapi, diyakini pula situasi ini bukan krisis. Fokus terhadap pengembangan pemain muda setidaknya mulai dilakukan klub-klub top, seperti misalnya pemilik Chelsea Roman Abramovich ketika melihat John Terry dan Frank Lampard mulai menua. Tim junior Chelsea memang sukses menembus final NextGen Series dan Piala FA Junior musim lalu, tetapi Abramovich tak mau lagi menyia-nyiakan investasi setelah bintang timnas Inggris U-17 Connor Hunte dilepas akademi atas dasar alasan kedisiplinan. Sebuah tim papan atas juga dikabarkan tengah melobi FA agar dapat menempatkan tim B mereka di Football League, seperti yang dilakukan beberapa tim Spanyol. Muncul pula ide lain, yaitu menerapkan sistem "farm club". Sebuah klub Football League dibeli dan digunakan sebagai sarana pengembangan pemain muda. Cara tersebut kurang lebih sama seperti yang dilakukan Manchester City. Mereka berencana memanfaatkan MLS, dengan klub New York City FC yang baru dibentuk, sebagai sarana mematangkan pemain-pemain Etihad Campus. Selain kedisiplinan pemain muda, penting pula untuk menanamkan teknik dan taktik dasar bermain sepakbola. Para staf kepelatihan West Ham United kabarnya terkesan dengan metode latihan tim junior Juventus. Dengan terperinci dan tekun para pelatih Juventus mengajarkan metode pengawalan pemain dalam situasi tendangan penjuru. Ironisnya, pelatih bertahan yang bereputasi di Inggris, Steve Harrison, tak lagi dipekerjakan FA. Kerja keras Harrison bisa dilihat dengan cara West Bromwich Albion bermain musim lalu. Tidak ada cara yang instan dalam sistem pengembangan pemain muda dan untuk hal ini sepakbola Inggris dapat dibilang telah tertinggal 20 tahun.
Sumber: goal.com
Pemain Muda Inggris Dalam Bahaya
Title
:
Pemain Muda Inggris Dalam Bahaya
Description
:
Bursa transfer Eropa kian marak dengan sejumlah aktivitas perekrutan penting yang dilakukan klub-klub Liga Primer Inggris. Mu...